Sang Permata




(Based On True Story)

Penulis : Agis F. Kosasih

CHAPTER I 
SENJA SANG PERMATA

Sabtu Sore ketika senja sudah bermunculan, menggambarkan warna jingga dalam biru luas langit menuntunku untuk sejenak memanjakan diri, pergi menuju sebuah kedai kopi hanya untuk sekedar bersantai ria.
kemudian aku memesan secangkir kopi hangat, berjalan aku menuju sebuah meja di bawah jendela. tetapi, langkah terdiam, bayanganku pula ikut terpaku ketika aku pertama kali melihat dirinya sedang duduk dan menulis di sebuah meja kayu yang sedikit usang.
Aku mencoba menghampiri memberanikan diri,ragu dan malu menyelimuti hati tapi rasa penasaran yang begitu besar yang akhirnya membuat keberanian berontak keluar dengan sendirinya.
Aku hampiri ia dengan langkah tertata, detak jantung berdetak kencang dengan sedikit tangan yang gemetar lemas. ku coba untuk bertanya, siapakah gerangan wahai permata yang sangat indah dan berharga itu ?
tak ada jawaban untuk pertama kali, hanya pandangan heran namun bersahabat.
Ku tatap matanya sungguh sangat indah kiranya, tak dapat ku berucap lagi keluh rasanya lidahku melihat permata yang begitu indah tersenyum dan menatap ke arahku dan dalam hati berkata 
" Tuhan, terimakasih engkau telah menciptakan satu makhluk yang begitu indah berharga dan bersinar bagai permata. Tuhan, aku jatuh cinta.
kemudian ku duduk di depannya, dengan gemetar mencoba ulurkan tangan ke arahnya 
"permisi, boleh saya tahu siapa nama kamu ?" tanyaku sedikit pilu.
terdiam dia sedikit tersenyum sambil menjulurkan tangannya

"saya Lisa, Mas.... ?" singkat nan merdu
"saya Azi, Muhammad Alfarizi. panggil nama saja supaya lebih akrab"
"boleh saya duduk disini ?" tanyaku
"oh silahkan Mas, Eh Azi .. saya juga kebetulan sedang tak menunggu siapapun" sambil membereskan berkas dan memakan kentang gorengnya.

Bersamanya aku bercerita tentang diriku dan begitu pula sebaliknya,cerita-cerita seputar pekerjaan, teman-teman dekat atau bahkan pertanyaan receh seputar acara TV dan hiburan. 
Senyum dan tawa menghiasi pembicaraan kami berdua, di suatu senja menuju malam di dalam rintik nya hujan, sedikit demi sedikit lampu-lampu mulai di nyalakan.
terbawanya aku ke alam tak sadar, berkhayal tentang kami berdua. Tentang mimpi, cinta dan bahagia.
mungkin cukup untuk hari ini karena sang malam telah berbisik kepadaku untuk mempersilahkan sang permata nan indah ini agar  kemudian pulang dan beristirahat dengan nyaman.
aku tidak tahu, kesan apa yang ada dibenaknya tentang pertemuan ini, tentang perbincangan ini, tapi aku tak pernah ragu dan mengakui kepada diri sendiri bahwa aku jatuh cinta kepadanya.
Seperti pada kebanyakan laki-laki yang telah bertemu dengan seorang wanita yang ia sukai, akupun demikian adanya. sesampainya diluar aku menawarkan diri untuk mengantarkan nya pulang, namun dia menolaknya dengan sangat sopan. kecewa ? ya sedikit kecewa karena tak bisa mengantarkannya. namun, aku tak kehabisan akal dan langsung meminta nomor telpon nya kali ini bersyukur saya di beri nomor telpon nya. sambil tersenyum dia pamit pulang meninggalkan saya dengan sebuah kebahagiaan yang sederhana.
"aku pualng ya, dadah........."






Senin, 06.30 WIB
Matahari dengan gagah nya memberitahu kepada bumi bahwa dia telah terbit memamerkan cahayanya dari timur sampai barat negeri ini, ayam pun bernyanyi mengikuti irama dari hembusan angin di pagi hari. mata saya pun terbuka dari lelap nya tidur semalam menoleh ke langit-langit kamar, melihat sang laba-laba membangun jaring nya membentuk suatu susunan ruas-ruas jaring yang hampir sempurna untuk nanti dia tempati atau menangkap sang buruan untuk dia bertahan hidup. Saya pun terbangun  dari tempat tidur berjalan dua langkah kearah jendela, dibukakan saja tirai yang menutupi jendela kemudian saya buka jendela itu dari dalam kamar seketika sinar sang surya menyilaukan kedua mata ini, menghangatkan jiwa sang pemimpi yang telah terbangun dari mimpi indahnya, saya hirup udara pagi dalam dalam, saya rasakan kesejukan dan keindahan negeri ini seolah angin pun ikut berbisik "alangkah beruntungnya kau tinggal di sini, di negeri ini, indonesia". saya bergegas ke belakang membersihkan tubuh ini dari sisa lelap tidur dan mimpi semalam, saya kenakan pakaian kerja saya, saya panaskan sepeda motor saya layaknya sang kuda sembrani yang siap mengantar sang pangeran mencari sang putri , dan saya pun melangkah dengan pasti menuju tempat kerja saya dengan harapan yang pasti dengan segenap mimpi dan cita-cita bahwa saya siap menjadi seorang Nahkoda yang membawa kapal mencari permata maupun intan.
Kembali kepada rutinitas, dimana senin pagi menjadi awal untuk memulai harapan-harapan indah, pekerjaan-pekerjaan yang terus berdatangan, dan mengeluh pun tak lepas dari rutinitas.
saya buka laptop saya sedikit demi sedikit memulai pekerjaan, saya racik kopi hitam sedikit pahit dalam sebuah cangkir putih, terasa hangat nikmat dan bersahabat Seketika saya teringat akan Lisa, yah.. sang permata di saat senja sedikit bertanya kepada hati 
"sedang apakah gerangan sang permata itu ?"
tanya saya dalam hati rindu ? terlalu dini rasanya untuk mengatakan bahwa ini adalah sebuah rindu tapi ya benar tidak terlalu dini juga ketika saya berbincang dengannya menatap matanya dan saya pun langsung jatuh cinta padanya.
perlahan saya ambil handphone di saku saya, kemudian langsung saya cari nama Lisa di kontak telpon sedikit ragu untuk mencoba menelponnya tapi rindu begitu kuat tak tega rasanya membiarkan rindu ini meluas melumat rasa penasaran tentang sang permata.










Komentar

Postingan Populer